Hukum.umsida.ac.id – Pelanggaran hak cipta masih sering terjadi di ruang publik, salah satunya melalui aksi merekam film saat diputar di bioskop tanpa izin resmi.
Di era serba digital seperti sekarang, akses masyarakat terhadap berbagai bentuk hiburan semakin mudah dan beragam.
Bioskop tetap menjadi salah satu pilihan utama masyarakat dalam menikmati film-film terbaru.
Namun, di balik antusiasme tersebut, masih banyak yang belum memahami batasan-batasan hukum yang mengatur seputar hak cipta, salah satunya terkait larangan merekam film saat sedang diputar di bioskop.
Meskipun terlihat sepele, tindakan merekam film di bioskop sebenarnya merupakan pelanggaran serius yang dapat dikenai sanksi pidana.
Ketentuan ini secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Baca juga: Hukum dan Keadilan: Pilar Utama Pembangunan Berkelanjutan
Melanggar Hak Cipta Adalah Tindak Pidana
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, merekam film yang sedang diputar di bioskop termasuk dalam pelanggaran hak cipta, karena secara langsung mengambil dan menggandakan karya milik pihak lain tanpa izin.

Dalam Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta disebutkan bahwa pencipta memiliki hak eksklusif atas karya ciptaannya, termasuk hak untuk memperbanyak, mendistribusikan, menyewakan, serta mempertunjukkan karyanya secara publik.
Hak eksklusif ini merupakan bagian dari hak ekonomi, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 8.
Tindakan merekam film di bioskop jelas merupakan bentuk pelanggaran hukum. Ujarnya Allara Mahasiswa Hukum Umsida.
Ini masuk kategori pembajakan, tidak disebutkan juga soal durasi pendek atau panjang, yang pasti, baik merekam maupun memotret tetap tidak dibenarkan.
Walaupun niatnya hanya iseng, tetap saja bisa merugikan industri film dan para pembuat karya itu sendiri.
Lebih lanjut, narasumber tersebut menegaskan bahwa kasus semacam ini diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 113 UU Hak Cipta.
“Pasal 113 menjelaskan sanksi pidana bagi siapa saja yang melanggar hak cipta orang lain. Jadi, meskipun hanya merekam sebagian adegan, pelaku tetap bisa dijerat hukum,” tambahnya.
Sanksi bagi pelanggar tidaklah ringan. Berdasarkan aturan yang berlaku, pelaku dapat dikenakan hukuman pidana penjara hingga 4 tahun dan denda maksimal Rp. 1 miliar.
Hal ini mencerminkan keseriusan pemerintahan dalam melindungi hak kekayaan intelektual.
Dampak Negatif Bagi Industri Perfilman

Praktik perekaman ilegal tidak hanya melanggar kententuan hukum, tetapi juga menyebabkan kerugian signifikan bagi industri perfilman.
Hasil rekaman ilegal sering kali beredar luas melalui internet dan media sosial, sehingga mengurangi jumlah penonton yang seharusnya membeli tiket secara resmi.
Akibatnya, pendapatan yang seharusnya diterima oleh produser, sutradara, aktor, hingga seluruh tim produksi menjadi menurun.
Pembajakan juga berdampak besar pada perkembangan industri film. Jika kerugian finansial akibat pembajakan terus terjadi, produser maupun investor bisa jadi enggan untuk mendanai produksi film baru.
Mereka khawatir keuntungan yang seharusnya didapat malah habis terkikis oleh ulah pembajakan.
Peran Teknologi dan Media Sosial Memperbesar Risiko
Perkembangan teknologi saat ini makin memperbesar risiko penyebaran hasil rekaman ilegal.
Banyak pelaku yang merekam bukan hanya untuk mendapatkan keuntungan finansial, melainkan demi mengejar popularitas di media sosial.
Tidak jarang pula mereka sengaja membagikan adegan-adegan penting yang mengandung spoiler, yang dapat mengurangi kenikmatan penonton lainnya.
Seringkali pelaku tidak menyadari, meskipun tujuannya sekadar hiburan pribadi atau sekedar mendapatkan likes dan followers, perbuatan ini tetap merupakan pelanggaran hukum.
Di Indonesia, penyebaran konten bajakan dalam bentuk apa pun, baik disengaja maupun tidak, tetap masuk dalam kategori tindak pidana.
Upaya Pencegahan dan Pentingnya Edukasi
untuk mencegah aksi perekaman ilegal, pihak pengelola bioskop sudah melakukan berbagai langkah pencegahan.
Mulai dari memasang CCTV, memberikan himbuan sebelum pemutaran film, hingga melakukan patroli berkala di dalam studio.
Meskipun begitu, semua upaya tersebut tetap tidak akan maksimal sepenuhnya tanpa adanya kesadaran hukum dari penonton. Oleh karena itu, edukasi kepada masyarakat menjadi kunci utama.
Pemerintah bersama berbagai lembaga terkait terus melakukan sosialisasi tentang pentingnya menghargai hak cipta melalui berbagai media, program pendidikan di sekolah, serta pembinaan komunitas.
Saat ini, materi mengenai literasi digital dan hukum kekayaan intelektual bahkan mulai diajarkan sejak jenjang pendidikan dasar, agar generasi muda tumbuh dengan kesadaran hukum yang lebih baik.
Selain edukasi, partisipasi aktif dari masyarakat juga sangat dibutuhkan. Jika ada penonton yang melihat adanya tindakan mencurigakan di dalam bioskop mereka diharapkan segera melaporkannya kepada petugas supaya dapat segera ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Penulis: Hani Maulidia
Penyunting: Indah Nurul Ainiyah