hukum.umsida.ac.id. – Di era serba online, hampir setiap aktivitas manusia terhubung dengan internet. Mengunggah foto, menulis komentar, membagikan ulang informasi, hingga mengirim pesan pribadi kini menjadi rutinitas harian, khususnya bagi Generasi Z.
Namun, di balik kemudahan tersebut, ada aturan hukum yang mengawasi ruang digital, salah satunya adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Sayangnya, UU ITE sering dianggap menakutkan atau hanya muncul ketika ada kasus besar di media. Padahal, aturan ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Tanpa disadari, kebiasaan sederhana di dunia maya bisa berujung pada persoalan hukum jika melanggar ketentuan yang ada.
Komentar dan Unggahan: Sekali Posting, Bisa Jadi Masalah
Salah satu potensi pelanggaran UU ITE yang paling sering terjadi adalah melalui komentar dan unggahan di media sosial.
Banyak orang merasa bebas berpendapat di internet, namun lupa bahwa kebebasan tersebut memiliki batas hukum.
Komentar yang mengandung hinaan, ujaran kebencian, atau tuduhan tanpa bukti dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik.
Sekalipun dilakukan di kolom komentar atau story pribadi, konten digital tetap dapat dijadikan alat bukti. Jejak digital yang tersimpan membuat apa pun yang diunggah tidak mudah dihapus begitu saja.
Baca juga: Smart Innovation, Niken Sukses Kembangkan Riset UMKM dan Raih Wisudawan Berprestasi
Penyebaran Hoaks dan Informasi yang Belum Terverifikasi
Kebiasaan membagikan informasi tanpa mengecek kebenarannya juga menjadi persoalan serius dalam penerapan UU ITE. Banyak pengguna internet membagikan berita hanya karena judulnya menarik atau sedang viral, tanpa memastikan sumber dan keabsahannya.
Padahal, penyebaran berita bohong (hoaks) atau informasi menyesatkan dapat menimbulkan keresahan publik dan memiliki konsekuensi hukum.
Dalam konteks ini, pengguna media sosial tidak hanya dituntut aktif, tetapi juga bertanggung jawab atas setiap informasi yang dibagikan.
Lihat juga: FBHIS Umsida Perkuat Pemahaman Digitalisasi Perbankan Syariah lewat Kolaborasi Bersama Maybank Syariah
Privasi dan Data Pribadi: Jangan Asal Sebar
Di era digital, data pribadi menjadi aset yang sangat berharga. Namun, masih banyak orang yang belum menyadari pentingnya menjaga privasi, baik milik sendiri maupun orang lain.
Mengunggah foto orang lain tanpa izin, membocorkan nomor telepon, alamat, atau isi percakapan pribadi dapat termasuk pelanggaran privasi.
UU ITE hadir untuk melindungi hak setiap individu di ruang digital. Artinya, apa yang dianggap “sepele” seperti membagikan tangkapan layar chat bisa berdampak hukum jika merugikan pihak lain.
Bercanda di Internet Tidak Selalu Aman
Fenomena bercanda berlebihan, roasting, atau sindiran di media sosial juga perlu mendapat perhatian. Tidak semua candaan dapat diterima dengan baik oleh semua orang.
Jika candaan tersebut menyerang kehormatan, nama baik, atau martabat seseorang, maka bisa dipermasalahkan secara hukum.
Hal ini menunjukkan bahwa etika digital dan kesadaran hukum harus berjalan beriringan. Dunia maya bukan ruang tanpa aturan, melainkan ruang publik yang memiliki norma dan hukum.
Melek UU ITE sebagai Bentuk Perlindungan Diri
Memahami UU ITE bukan berarti harus takut bermedia sosial, melainkan agar lebih bijak dan aman dalam beraktivitas digital.
Dengan memahami batasan hukum, masyarakat, terutama Gen Z dapat terhindar dari risiko menjadi pelaku maupun korban pelanggaran.
Di sinilah pentingnya peran edukasi hukum, khususnya dari Program Studi Hukum, untuk memberikan pemahaman yang kontekstual dan mudah dipahami.
UU ITE seharusnya dipandang sebagai alat perlindungan, bukan ancaman, selama digunakan dengan kesadaran dan tanggung jawab.

















