Hukum.umsida.ac.id – Masalah mengenai aktivitas pertambangan yang ada di Raja Ampat Papua barat daya, kini menjadi perbincangan dan perhatian publik.
Raja Ampat dikenal dengan salah satu satu kawasan wisata laut terindah, dengan kekayaan hayati laut yang luar biasa.

Wilayah Raja Ampat juga menjadi tempat habitat spesies langka yang jika ditemukan hanya di wilayah perairan Indonesia Timur.
Industri tambang masuk pada wilayah Raja Ampat membuat kekhawatiran serta menimbukan banyak kritikan tajam dari berbagai kalangan, mulai dari aktivis lingkungan hingga akademik.
Salah satu tanggapan datang dari dosen hukum Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida). Anggit Satriyo Nugroho SH MKn yang memberikan tanggapan dan menilai tentang persoalan nikel pertambangan di Raja Ampat.
Pertambangan di Kawasan Konservasi
Saat diwawancarai terkait pandangannya terhadap kasus pertambangan nikel yang terjadi di Raja Ampat, Anggit menyatakan bahwa sudah benar pemerintah mencabut izin usaha pertambangan yang ada di Raja Ampat karena Raja Ampat adalah wilayah yang dilindungi.
Jika pengerukan yang ada di Raja Ampat dilakukan terus menerus bisa menyebabkan sumber daya akan habis dan juga bisa rusak biota laut serta mengganggu ekosistem secara menyeluruh.

“Kita tidak lagi bisa berfikir semata-mata duit, tetapi kekayaan alam itu menjadi hal yang penting untuk dilestarikan apalagi kekayaan alam itu bagian dari hak asasi manusia,” tegasnya.
Hak masyarakat Indonesia untuk merasakan lingkungan yang bersih, dan lestari harus dijaga oleh negara.
Hal ini sebagai rasa bentuk tanggung jawab dan tidak bisa diabaikan untuk kepentingan ekonomi semata.
Ia mengatakan bahwa masyarakat Indonesia itu berhak mendapatkan atau menikmati alam yang lestari jadi aktivitas pertambangan yang ada di Raja Ampat sudah benar kalau kemudian dicabut. Hal ini merupakan langkah awal sebagai bentuk perlindungan terhadap hak rakyat.
Lihat juga: Perlindungan Hukum bagi Pemegang Polis: Preventif dan Represif
Legalitas IUP (Izin Usaha Pertambangan)
Terkait izin usaha pertambangan (IUP) yang diberikan perusahaan, menurut Anggit jika dilihat secara prosedur dan sebagainya itu sah secara hukum, tetapi sah belum tentu benar.
Pencabutan tersebut dilakukan karena ada aturan yang dilanggar dan dilarang oleh UU Nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Jika pulau-pulau kecil tersebut di keruk terus menerus menyebabkan alam yang akan hancur.
Undang-undang yang melarang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil adalah UU Nomor 1 tahun 2014.
Pada UU ini memberikan beberapa perubahan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk mengenai hak masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan, serta pengaturan izin lokasi dan pengelolaan.

Anggit selaku dosen di prodi hukum Umsida mengatakan bahwa “Negara itu harus berfikir mengelola sumber daya alam dan alam itu lestari karena itulah warisan untuk anak cucu kita kelak, jika alam tersebut dirusak maka akan berdampak pada anak cucu kita kelak,” ungkap mantan wartawan Jawa Pos itu.
“Boleh menambang tapi kedepankan etika lingkungan, dan sebelumnya harus dipikirkan sumber-sumber daya alternatif yang tidak merusak lingkungan,” tambahnya.
Pentingnya untuk memikirkan aspek kelestarian lingkungan dan juga potensi jangka panjangnya yang bisa merusak dan mengganggu keseimbangan alam.
Dampak Hukum Bagi Perusahaan Penambang di Raja Ampat
Jika pertambangan izinnya tersebut dicabut maka berdampak pada perusahaan tersebut tidak bisa beroperasi lagi dan dari segi perdata harus menanggung kerugian pada investasi.
“Sebelum menerbitkan izin harus jelas, harus clear, harus transparan, harus akuntabel, dan juga harus memperhatikan etika lingkungan,” tegasnya.
Kasus pertambangan yang ada di Raja Ampat bukan hanya menyangkut persoalan hukum pertambangan saja, tetapi juga menyangkut pada warisan alam dunia.
Dampak ekologis yang timbul dari aktivitas pertambangan di Raja Ampat yang memiliki ekosistem laut yang indah berpotensi merusak keanekaragaman hayati dan juga bisa merusak atau mencemari habitat alami di Raja Ampat.
Oleh karena itu, adanya perizinan yang dicabut pada wilayah Raja Ampat bentuk dari langkah pemerintah untuk melestarikan lingkungan hidup dan menunjukkan komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan.
Penulis: Siti Nur Annisa
Editor: Indah Nurul Ainiyah