Kelemahan Sistem Peradilan Lingkungan Menunda Keadilan bagi Masyarakat

Hukum.umsida.ac.id – Sistem peradilan pidana di Indonesia sesungguhnya memiliki prinsip luhur: sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Prinsip ini tercantum jelas dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Namun, implementasi prinsip tersebut masih jauh dari kenyataan, khususnya dalam menangani tindak pidana lingkungan yang dilakukan korporasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Emy Rosnawati SH MH, dosen Program Studi Hukum Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), menunjukkan bahwa proses hukum kasus lingkungan justru kerap berlangsung lama, berbelit, dan menelan biaya besar.

“Prinsip sederhana, cepat, dan biaya ringan dalam peradilan masih sulit diwujudkan. Padahal kasus lingkungan sering kali menimbulkan kerugian besar bagi negara maupun masyarakat,” ungkapnya dalam publikasi yang dimuat di jurnal Rechtsidee.

Baca juga: Reshuffle Kabinet Prabowo Dinilai Strategis Jawab Dinamika Politik dan Ekonomi

Data yang diungkapkan dalam penelitian ini memperlihatkan lamanya penyelesaian perkara lingkungan di pengadilan.

Sumber: Pexels

Kasus PT Adei Plantation memakan waktu 812 hari, PT Albasi Priangan Lestari selama 591 hari, PT Kalista Alam hingga 922 hari, serta PT Karawang Prima Sejahtera Steel selama 713 hari.

Angka tersebut belum termasuk masa penyelidikan, penyidikan, maupun eksekusi putusan. Kondisi ini menunjukkan bahwa proses hukum lingkungan di Indonesia jauh dari kata efisien.

Sistem Peradilan yang Belum Efektif

Keterlambatan penyelesaian perkara lingkungan tidak semata disebabkan oleh kompleksitas kasus, tetapi juga kelemahan mendasar dalam sistem peradilan.

Minimnya jumlah hakim, buruknya manajemen perkara, hingga belum adanya sistem keterbukaan informasi (disclosure) menjadi faktor utama yang menghambat jalannya sidang.

Akibatnya, sidang kerap molor karena bukti belum siap atau saksi tidak kunjung hadir.

Hal ini mengakibatkan proses persidangan berjalan berlarut-larut dan penuh formalitas yang menyulitkan.

Menurut Emy Rosnawati, hal ini menjadi kesenjangan serius antara aturan hukum dan praktik nyata.

“Dalam banyak kasus, kerugian masyarakat terus membesar sementara proses hukum justru berjalan di tempat. Kondisi ini melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan,” tegasnya.

Selain itu, regulasi yang mengatur prinsip sederhana, cepat, dan biaya ringan masih minim penjabaran teknisnya.

Akibatnya, implementasi di pengadilan sering tidak konsisten.

Padahal, Mahkamah Agung telah mengeluarkan aturan pembatasan waktu sidang, yakni lima bulan untuk tingkat pertama dan tiga bulan untuk banding. Namun, kenyataannya aturan ini sering tidak dipatuhi.

Lihat juga: Membangun Pemahaman Hukum: Apa yang Dipelajari Mahasiswa Hukum?

Dampak Nyata bagi Lingkungan dan Masyarakat

Kelemahan sistem peradilan pidana lingkungan berimplikasi langsung pada masyarakat luas. Kasus pencemaran Sungai Cikijing di Rancaekek menjadi salah satu contoh nyata.

Tiga pabrik tekstil diduga membuang limbah B3 ke aliran sungai hingga mencemari empat desa. Greenpeace mencatat, kerugian akibat pencemaran ini mencapai Rp11,4 triliun.

Angka ini mencakup kerusakan sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kesehatan masyarakat, hingga hilangnya pendapatan warga.

Namun, meski kerugian begitu besar, proses hukum berjalan lamban.

Lambannya penyelesaian perkara membuat kerusakan lingkungan semakin sulit dipulihkan, sementara masyarakat terus menanggung dampak sosial dan ekonomi.

Emy menegaskan bahwa kondisi ini tidak bisa dibiarkan.

“Sudah saatnya negara melakukan reformasi serius dalam sistem peradilan pidana lingkungan. Jika prinsip cepat, sederhana, dan biaya ringan hanya menjadi jargon, maka keadilan bagi lingkungan dan masyarakat akan terus tertunda,” pungkasnya.

Penelitian ini menegaskan bahwa sistem peradilan lingkungan di Indonesia masih memiliki kelemahan mendasar, terutama dalam hal penegakan hukum yang kurang efektif dan kurangnya sinergi antara lembaga-lembaga terkait.

Proses yang berlarut-larut, biaya tinggi, serta minimnya efektivitas pemulihan kerugian negara menunjukkan adanya kesenjangan antara teori dan praktik.

Dibutuhkan reformasi struktural, perbaikan manajemen perkara, serta konsistensi penegakan regulasi agar prinsip sederhana, cepat, dan biaya ringan benar-benar terwujud.

Tanpa langkah nyata, keadilan lingkungan hanya akan menjadi mimpi yang terus tertunda.

Penegakan hukum yang lemah akan selalu memberi ruang bagi korporasi untuk mengulangi kesalahannya.

Masyarakat sebagai korban justru akan terus menanggung beban sosial, ekonomi, dan kesehatan akibat kerusakan lingkungan.

Oleh karena itu, pembaruan sistem peradilan pidana lingkungan adalah kebutuhan mendesak demi terciptanya keadilan yang nyata bagi bumi dan generasi mendatang.

Penulis: Indah Nurul Ainiyah

Bertita Terkini

Mahasiswa Prodi Hukum: Antara Logika, Pasal, dan Funfact
September 28, 2025By
Etika, Media Sosial, dan Tantangan Hukum bagi Mahasiswa Zaman Sekarang
September 24, 2025By
Kenapa Kuliah Hukum Bukan Cuma Tentang Menghafal Undang-Undang?
September 20, 2025By
Membangun Pemahaman Hukum: Apa yang Dipelajari Mahasiswa Hukum?
September 16, 2025By
RUU Perampasan Aset Tonggak Penting Melawan Korupsi
September 8, 2025By
Fridayani Mahasiswa Hukum Umsida, Sabet Juara 1 Taekwondo
September 4, 2025By
Asuransi Butuh Penjaminan untuk Pulihkan Kepercayaan
August 27, 2025By
Krisis Bumiputera dan Urgensi Program Penjaminan Polis Asuransi di Indonesia
August 23, 2025By

Prestasi

Mahasiswa Hukum Berhasil Raih Prestasi Internasional the 6th Borobudur International Symposium
December 27, 2024By
Mahasiswa Hukum Sabet Juara 1 Lomba Debat Semarak 60th IMM
March 15, 2024By
Mahasiswa Hukum UMSIDA Ikut PMM-DN 2024
January 30, 2024By
Mahasiswa Hukum Borong Prestasi Lomba Video Sido Resik 2023 & Lomba Duta Pepelingasih 2023
December 27, 2023By
Mahasiswa Hukum Peroleh Karya Tulis Ilmiah Nasional Terbaik Dalam Ajang Call For Paper Formosa Publisher 2023
December 1, 2023By
Mahasiswa Hukum Juara 2 KTI ICAEC 2023
November 1, 2023By
Sembilan Mahasiswa Prodi Hukum UMSIDA Lolos MBKM ISS PKKM KEMENDIKBUDRISTEKDIKTI
October 31, 2023By
Dua Mahasiswa Hukum FBHIS UMSIDA Lolos Jurnal Terindeks Scopus!! Gak Bahayaa Taa?
October 30, 2023By