Hukum.umsida.ac.id – Hukuman mati telah menjadi salah satu kebijakan yang paling diperdebatkan dalam sistem peradilan pidana di banyak negara. Di Indonesia, hukuman mati diterapkan untuk kejahatan berat seperti pembunuhan berencana, terorisme, dan perdagangan narkoba skala besar.
Para pendukungnya meyakini bahwa ancaman hukuman mati dapat memberikan efek jera yang kuat, mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa. Namun, pertanyaannya adalah, apakah hukuman mati benar-benar efektif dalam mencegah kejahatan berat?
Hukuman Mati: Solusi atau Ilusi dalam Pencegahan Kejahatan Berat?
Berbagai penelitian global memberikan hasil yang beragam. Di satu sisi, ada klaim bahwa hukuman mati dapat menekan tingkat kriminalitas karena pelaku merasa takut akan konsekuensi tertinggi.
Di sisi lain, data dari beberapa negara menunjukkan bahwa tidak ada korelasi langsung antara hukuman mati dan penurunan tingkat kejahatan.
Sebagai contoh, negara-negara seperti Norwegia, Denmark, dan Swedia yang telah menghapus hukuman mati memiliki tingkat kriminalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan negara seperti Amerika Serikat, di mana hukuman mati masih diterapkan di beberapa negara bagian.
Studi juga menunjukkan bahwa faktor lain, seperti tingkat pendidikan, ketimpangan ekonomi, dan efektivitas penegakan hukum, memiliki peran yang jauh lebih signifikan dalam menekan tingkat kejahatan.
Hal ini menjadi refleksi bahwa ancaman hukuman mati saja tidak cukup, tanpa adanya upaya komprehensif untuk mengatasi akar penyebab kriminalitas.
Baca juga: Kuliah Umum Prodi Hukum Bersama Ombudsman RI: Peran Dunia Kampus dalam Pengawasan Pelayanan Publik
Perspektif Etika dan HAM: Apakah Hukuman Mati Masih Relevan?
Hukuman mati juga memunculkan perdebatan besar dalam perspektif etika dan hak asasi manusia (HAM). Dari sudut pandang HAM, hukuman mati dianggap melanggar hak hidup, yang merupakan hak fundamental setiap individu.
Bahkan jika pelaku kejahatan berat telah melakukan tindakan yang melanggar hak hidup orang lain, pertanyaannya tetap sama: apakah negara berhak mengambil nyawa seseorang sebagai bentuk pembalasan? Selain itu, ada risiko yang tak dapat diabaikan dalam penerapan hukuman mati, yaitu kesalahan peradilan.
Kesalahan manusia dalam proses hukum dapat berdampak fatal jika hukuman mati dijatuhkan pada seseorang yang sebenarnya tidak bersalah.
Di Amerika Serikat, data menunjukkan bahwa lebih dari 190 individu yang awalnya dijatuhi hukuman mati akhirnya dibebaskan setelah ditemukan bukti baru yang menunjukkan mereka tidak bersalah.
Di Indonesia, kasus seperti eksekusi mati beberapa pelaku narkoba sering mendapat kritik dari komunitas internasional, terutama ketika ada dugaan bahwa proses hukum tidak dilakukan secara transparan dan adil.
Dari sisi moralitas, hukuman mati kerap dianggap sebagai bentuk pembalasan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Sebagian besar tokoh agama dan aktivis HAM mendorong pendekatan yang lebih restoratif, di mana hukuman tidak hanya menjadi sarana pembalasan, tetapi juga kesempatan untuk rehabilitasi dan introspeksi diri bagi pelaku kejahatan.
Lihat juga: LKMM-TD Prodi Hukum dengan Semangat Membentuk Karakter Kritis Mahasiswa Hukum
Mencari Alternatif: Hukuman Penjara Seumur Hidup sebagai Solusi?
Dengan berbagai kontroversi seputar hukuman mati, banyak negara dan pakar mulai mencari alternatif yang lebih manusiawi, salah satunya adalah hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.
Pendekatan ini tidak hanya memastikan pelaku menerima hukuman berat, tetapi juga memberikan ruang untuk koreksi atas kesalahan peradilan jika di kemudian hari ditemukan bukti baru.
Hukuman penjara seumur hidup juga menawarkan efek jera yang setara tanpa melibatkan pengambilan nyawa. Selain itu, hukuman ini lebih mendukung prinsip keadilan restoratif, di mana negara berupaya memperbaiki kerusakan sosial akibat kejahatan, alih-alih sekadar memberikan hukuman yang bersifat final dan tidak dapat diubah.
Pendekatan ini juga membuka ruang bagi pelaku untuk merefleksikan perbuatannya dan, dalam beberapa kasus, berkontribusi positif bagi masyarakat, misalnya melalui kerja sosial atau program edukasi di dalam penjara. Dengan demikian, hukuman ini tidak hanya menegakkan keadilan, tetapi juga memperkuat nilai-nilai kemanusiaan.
Menimbang Pilihan Kebijakan
Kebijakan yang diambil seharusnya tidak hanya berfokus pada pembalasan, tetapi juga mempertimbangkan bukti ilmiah, prinsip keadilan, dan nilai-nilai kemanusiaan.
Dengan demikian, sistem peradilan dapat menciptakan masyarakat yang lebih aman, adil, dan bermartabat. Melalui pendekatan yang holistik, kita dapat mencegah kejahatan berat tanpa melanggar hak hidup atau nilai-nilai kemanusiaan yang kita junjung tinggi.