Hukum.umsida.ac.id – Kasus-kasus gagal bayar di industri asuransi Indonesia meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat.
Dari Jiwasraya, Bakrie Life, hingga AJB Bumiputera 1912, ribuan nasabah terpaksa menelan kekecewaan karena klaim mereka tak terbayarkan.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana negara melindungi hak-hak pemegang polis agar kepercayaan publik tidak runtuh?
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Mochammad Tanzil Multazam SH MKn, dosen Program Studi Hukum Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), menyoroti urgensi program penjaminan polis yang kini mulai diatur melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Program ini memberikan mandat kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk memperluas perannya, tak hanya di sektor perbankan, tetapi juga sebagai penyelenggara program penjaminan polis asuransi.
Menurutnya, keberadaan lembaga penjaminan polis bukan sekadar instrumen teknis, melainkan pilar penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasiona.
Baca juga: Kebijakan Upah Minimum Antara Tantangan Dunia Usaha dan Harapan Kesejahteraan Sosial
Luka Lama Asuransi Indonesia
Masyarakat tentu masih mengingat bagaimana kasus Jiwasraya pada 2019 yang gagal membayar klaim hingga Rp12,4 triliun.

Belum lagi Bakrie Life yang sejak 2009 mencatat kerugian Rp500 miliar, serta AJB Bumiputera 1912, perusahaan asuransi mutual tertua di Indonesia, yang masih bergulat dengan defisit ekuitas Rp21,9 triliun.
Multazam menegaskan, tanpa adanya jaminan polis, krisis kepercayaan akan terus menghantui industri asuransi.
“Menurutnya, hal ini membuktikan bahwa keberadaan lembaga penjaminan polis menjadi sangat penting, bukan hanya untuk melindungi pemegang polis, tetapi juga demi menjaga stabilitas ekonomi makro,” ujarnya dalam penelitiannya.
Kepercayaan publik adalah modal utama dalam bisnis keuangan. Tanpa perlindungan yang jelas, masyarakat akan enggan membeli produk asuransi, dan pada akhirnya melemahkan peran industri ini dalam menopang pembangunan nasional.
Lihat juga: Minimnya Pendidikan Hukum Sejak Dini Menjadi Akar Masyarakat Buta Hukum
LPS dan Mandat Baru
UU P2SK secara tegas memerintahkan agar program penjaminan polis terealisasi paling lambat pada 2028.
Artinya, dalam lima tahun mendatang, Indonesia akan memiliki sistem perlindungan serupa dengan negara-negara maju seperti Jepang, Korea, dan Amerika Serikat, yang sudah lama mengoperasikan lembaga penjamin polis.
“Menurut dosen Umsida, hal ini merupakan bentuk nyata kehadiran negara dalam memberikan perlindungan hukum yang bersifat preventif sekaligus represif bagi masyarakat,” jelas Multazam.
Selama ini, LPS dikenal sukses menjaga kepercayaan publik melalui program penjaminan simpanan perbankan.
Model keberhasilan ini diyakini dapat ditiru dalam sektor asuransi, dengan tujuan utama memberikan rasa aman kepada pemegang polis jika sewaktu-waktu perusahaan asuransi gagal memenuhi kewajibannya.
Lebih jauh, mandat ini juga sejalan dengan arahan International Association of Insurance Supervisors (IAIS) yang mewajibkan setiap negara anggota membentuk lembaga penjamin polis.
Tanpa mekanisme tersebut, industri asuransi nasional akan selalu rawan guncangan yang bisa menular ke sektor keuangan secara keseluruhan.
Menjaga Harapan dan Membangun Kepercayaan
Penelitian Multazam menunjukkan bahwa manfaat adanya lembaga penjaminan polis mencakup: membangun kembali kepercayaan publik, menjaga stabilitas sektor keuangan, mendukung kelangsungan industri asuransi, hingga mencegah keruntuhan perusahaan yang bermasalah.
Namun, keberhasilan program ini tak bisa dilepaskan dari komitmen perusahaan asuransi sendiri, termasuk AJB Bumiputera 1912, untuk memperbaiki tata kelola dan memenuhi prinsip kehati-hatian.
“Menurutnya, hal ini harus menjadi momentum bagi industri asuransi untuk mereformasi diri dan kembali menempatkan kepentingan pemegang polis sebagai prioritas utama,” tegasnya.
Jika nasabah perbankan sudah lama menikmati perlindungan lewat program penjaminan simpanan, maka kini saatnya pemegang polis asuransi juga memperoleh hak yang sama.
Hadirnya lembaga penjaminan polis adalah wujud keadilan finansial sekaligus upaya negara mengembalikan optimisme publik.
Pada akhirnya, kepercayaan adalah fondasi yang rapuh namun vital.
Tanpa jaminan yang kuat, setiap guncangan dalam industri asuransi berpotensi merembet menjadi krisis keuangan nasional.
Lembaga penjaminan polis bukan hanya kebutuhan, melainkan sebuah keniscayaan untuk memastikan bahwa sejarah kelam Jiwasraya atau Bumiputera tak lagi terulang.
Kini, saatnya negara hadir penuh untuk menjamin masa depan industri asuransi yang lebih sehat dan berkeadilan.
Sumber: Urgency of Mutual Insurance Policy Guarantee Program in Indonesia
Penulis: Indah Nurul Ainiyah