Hukum.umsida.acid – Perjanjian pembiayaan modal usaha menjadi instrumen penting dalam mendukung perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Namun, dalam praktiknya, sering kali terjadi berbagai bentuk penyimpangan yang merugikan baik lembaga pembiayaan maupun pelaku usaha itu sendiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Budi Purwaningsih mengungkap berbagai bentuk perbuatan menyimpang dalam perjanjian pembiayaan modal usaha dan akibat hukumnya bagi para pihak yang terlibat.
Baca juga: Nasib Pemegang Polis di Asuransi Mutual: Kepemilikan Tanpa Kuasa?
Bentuk-Bentuk Penyimpangan dalam Perjanjian Pembiayaan Modal Usaha
Dalam perjanjian pembiayaan modal usaha, terdapat berbagai tindakan menyimpang yang kerap terjadi. Salah satu bentuk penyimpangan yang sering ditemui adalah pemalsuan tanda tangan dalam dokumen perjanjian.

Hal ini dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang demi mendapatkan akses terhadap dana pembiayaan. Selain itu, terdapat juga kasus penggunaan dana pembiayaan untuk keperluan pribadi, bukan untuk pengembangan usaha seperti yang telah disepakati dalam perjanjian.
Lebih lanjut, ada pula modus pengajuan usaha fiktif yang dilakukan oleh oknum tertentu guna memperoleh dana pembiayaan.
Dalam kasus ini, individu atau kelompok tertentu mengajukan permohonan dengan data usaha yang tidak benar, sehingga menimbulkan risiko gagal bayar yang tinggi bagi lembaga pembiayaan.
Tindakan semacam ini tidak hanya merugikan pihak pemberi modal, tetapi juga menciptakan ketidakstabilan dalam sistem keuangan yang lebih luas.
Lihat juga: Dualitas Perlindungan Hukum dalam Asuransi: Antara Preventif dan Represif
Akibat Hukum atas Perbuatan Menyimpang dalam Perjanjian Pembiayaan
Setiap bentuk penyimpangan dalam perjanjian pembiayaan modal usaha memiliki konsekuensi hukum yang berbeda, tergantung pada tingkat pelanggarannya.
Jika terjadi wanprestasi, seperti keterlambatan atau kegagalan pembayaran cicilan, maka pihak lembaga pembiayaan dapat membatalkan perjanjian sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.
Dalam konteks hukum perdata, penyimpangan ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran kontrak yang memungkinkan pihak yang dirugikan untuk mengajukan gugatan perdata.

Di sisi lain, jika perbuatan menyimpang melibatkan unsur pidana, seperti pemalsuan dokumen atau penipuan, maka pelakunya dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 378 KUHP mengatur tentang penipuan yang dapat dikenakan kepada individu yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu untuk memperoleh keuntungan.
Selain itu, Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat juga dapat diberlakukan bagi mereka yang terbukti melakukan pemalsuan dokumen dalam perjanjian pembiayaan.
Selain konsekuensi hukum, penyimpangan dalam perjanjian pembiayaan modal usaha juga berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap sistem pembiayaan yang ada.
Jika kasus-kasus penyimpangan tidak ditangani dengan baik, maka dapat menurunkan kredibilitas lembaga pembiayaan dan menghambat akses pendanaan bagi pelaku UMKM yang benar-benar membutuhkan.
Baca juga: Isu Lingkungan dan Kebijakan Publik: Tantangan Perubahan Iklim bagi Indonesia
Upaya Pencegahan dan Solusi Hukum dalam Pembiayaan Modal Usaha
Untuk mengatasi permasalahan penyimpangan dalam perjanjian pembiayaan modal usaha, diperlukan strategi pencegahan yang komprehensif.
Salah satu langkah penting yang dapat dilakukan adalah memperketat prosedur verifikasi calon penerima pembiayaan.
Lembaga pembiayaan perlu menerapkan sistem validasi data yang lebih ketat guna menghindari terjadinya pengajuan usaha fiktif atau pemalsuan dokumen.
Selain itu, edukasi kepada pelaku UMKM mengenai pentingnya menjaga integritas dalam perjanjian pembiayaan juga sangat diperlukan.
Dengan memahami konsekuensi hukum yang dapat timbul akibat tindakan menyimpang, diharapkan para pelaku usaha akan lebih berhati-hati dalam menjalankan kewajibannya.
Di sisi hukum, penguatan regulasi serta peningkatan pengawasan terhadap implementasi janji pembiayaan juga harus menjadi perhatian utama.
Lembaga keuangan dapat bekerja sama dengan pihak berwenang untuk menindak tegas pelaku penyimpangan agar memberikan efek jera dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Dalam jangka panjang, reformasi kebijakan yang lebih adaptif terhadap dinamika UMKM dapat membantu menciptakan sistem pembiayaan yang lebih transparan dan akuntabel.
Dengan demikian, perjanjian pembiayaan modal usaha dapat berfungsi sebagai instrumen yang efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa menimbulkan risiko penyimpangan yang merugikan semua pihak.
Penulis: Indah Nurul Ainiyah