Hukum.umsida.ac.id – Restorative justice hadir sebagai pendekatan alternatif dalam sistem peradilan pidana yang lebih humanis, menitikberatkan pada pemulihan hubungan, pertanggungjawaban pelaku, serta pemulihan hak korban.
Dalam beberapa kasus, terutama pidana ringan, pendekatan retributif yang berfokus pada penghukuman sering kali dianggap sebagai satu-satunya cara untuk menegakkan keadilan.
Namun, pendekatan ini justru dapat memperburuk kondisi sosial tanpa memberikan solusi yang memadai bagi korban maupun pelaku. Pendekatan ini semakin populer sebagai solusi dalam menyelesaikan perkara pidana ringan di Indonesia.
Dengan mengedepankan mediasi dan kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat, restorative justice bertujuan untuk menciptakan keadilan yang tidak hanya bersifat legal-formal, tetapi juga memperhatikan dampak sosial dari sebuah tindak pidana.
Baca juga: Strategi Perusahaan dalam Menjaga Kinerja dan Nilai di Tengah Krisis Inflasi
Konsep Restorative Justice dalam Kasus Pidana Ringan
Restorative justice berfokus pada pemulihan, bukan sekadar hukuman. Dalam kasus pidana ringan, seperti pencurian kecil, penganiayaan ringan, atau perusakan barang dengan nilai kerugian yang tidak terlalu besar, pendekatan ini memungkinkan pelaku dan korban untuk berdialog guna mencapai solusi terbaik bagi kedua belah pihak.

Dalam praktiknya, penyelesaian melalui restorative justice dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pelaku, korban, keluarga, aparat penegak hukum, serta tokoh masyarakat.
Dengan adanya komunikasi yang terbuka, pelaku diberikan kesempatan untuk memahami dampak dari perbuatannya, sementara korban juga mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan keluhan serta harapan atas penyelesaian yang diinginkan.
Pendekatan ini tidak hanya mengurangi beban perkara di pengadilan, tetapi juga mempercepat proses penyelesaian hukum tanpa harus melalui prosedur peradilan yang panjang dan melelahkan.
Selain itu, restorative justice juga mencegah dampak negatif bagi pelaku, terutama bagi mereka yang merupakan pelaku pertama atau masih di bawah umur, agar tidak terjerumus lebih dalam ke dalam dunia kriminalitas.
Lihat juga: Dualitas Perlindungan Hukum dalam Asuransi: Antara Preventif dan Represif
Manfaat Restorative Justice bagi Masyarakat dan Sistem Hukum
Penerapan restorative justice dalam kasus pidana ringan memberikan banyak manfaat, baik bagi masyarakat maupun sistem hukum itu sendiri. Salah satu manfaat utama adalah penyelesaian perkara yang lebih cepat dan efisien.

Dengan menghindari proses pengadilan yang berlarut-larut, beban kerja aparat penegak hukum dapat dikurangi, sehingga sumber daya dapat dialokasikan untuk menangani kasus-kasus yang lebih serius.
Selain itu, restorative justice memperkuat nilai-nilai sosial dan budaya lokal yang menekankan pada musyawarah dan mufakat.
Penyelesaian kasus melalui mediasi dan dialog menciptakan harmoni di masyarakat serta menghindari konflik berkepanjangan.
Dalam banyak kasus, solusi yang dihasilkan dari proses ini lebih memuaskan bagi korban dibandingkan dengan hukuman konvensional, karena memberikan kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan ganti rugi atau permintaan maaf secara langsung dari pelaku.
Bagi pelaku, terutama mereka yang masih muda atau belum pernah melakukan tindak pidana sebelumnya, restorative justice memberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki diri.
Dengan menjalani konsekuensi yang lebih bersifat edukatif daripada retributif, pelaku dapat menyadari kesalahannya dan kembali ke masyarakat tanpa harus menanggung stigma sebagai mantan narapidana.
Tantangan dan Masa Depan Restorative Justice di Indonesia
Meskipun memiliki banyak manfaat, penerapan restorative justice di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan.
Salah satu kendala utama adalah kurangnya pemahaman dan kesiapan aparat penegak hukum dalam menerapkan pendekatan ini.
Banyak pihak masih menganggap bahwa sistem peradilan konvensional adalah satu-satunya cara untuk menegakkan keadilan, sehingga sulit untuk menerima konsep penyelesaian yang lebih fleksibel.
Selain itu, tidak semua kasus dapat diselesaikan melalui restorative justice. Faktor seperti keberatan dari korban, kurangnya itikad baik dari pelaku, atau adanya tekanan sosial dari masyarakat sering kali menjadi hambatan dalam penerapan metode ini.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih jelas dan dukungan dari berbagai pihak agar pendekatan ini dapat diterapkan secara lebih luas dan efektif.
Ke depan, penting bagi pemerintah dan lembaga penegak hukum untuk terus mengembangkan regulasi yang mendukung penerapan restorative justice.
Sosialisasi kepada masyarakat dan aparat hukum juga harus ditingkatkan agar pemahaman mengenai manfaat dan prosedur pendekatan ini semakin luas.
Dengan pendekatan yang lebih humanis dan berorientasi pada pemulihan, restorative justice berpotensi menjadi solusi yang efektif dalam membangun sistem hukum yang lebih adil dan berkeadilan sosial.
Penulis: Indah Nurul Ainiyah