Hukum.umsida.ac.id – Lembaga pembiayaan modal usaha bagi UMKM memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
Namun, dalam praktiknya, berbagai risiko tindakan menyimpang sering terjadi, baik yang dilakukan oleh pelaku UMKM maupun oleh pihak terkait dalam perjanjian pembiayaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Budi Purwaningsih menyoroti peran dan tanggung jawab lembaga pembiayaan dalam menangani risiko penyimpangan yang dapat merugikan berbagai pihak.
Baca juga: Isu Lingkungan dan Kebijakan Publik: Tantangan Perubahan Iklim bagi Indonesia
Strategi Hukum dalam Mengantisipasi Risiko Penyimpangan
Lembaga pembiayaan, seperti bank dan perusahaan kredit, memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan bahwa perjanjian pembiayaan modal usaha berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Salah satu strategi utama dalam mengatasi risiko penyimpangan adalah melalui penerapan mekanisme pengawasan yang ketat.

Proses verifikasi calon penerima pembiayaan harus dilakukan dengan teliti untuk memastikan bahwa dana benar-benar digunakan sesuai tujuan usaha yang diajukan.
Selain itu, audit keuangan berkala juga menjadi instrumen penting dalam mencegah penyimpangan.
Lembaga pembiayaan harus memiliki sistem monitoring yang memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi potensi penyalahgunaan dana sejak dini.
Dengan adanya transparansi dalam proses pembiayaan, risiko tindakan menyimpang seperti pengajuan usaha fiktif atau pemalsuan dokumen dapat ditekan.
Langkah lain yang dapat diterapkan adalah edukasi dan sosialisasi kepada pelaku UMKM mengenai pentingnya kepatuhan dalam perjanjian pembiayaan.
Banyak pelaku usaha yang tidak sepenuhnya memahami kewajiban mereka dalam perjanjian, sehingga cenderung melakukan tindakan yang melanggar ketentuan.
Dengan adanya bimbingan yang tepat, pelaku UMKM dapat lebih sadar akan konsekuensi hukum dari tindakan penyimpangan.
Lihat juga: Nasib Pemegang Polis di Asuransi Mutual: Kepemilikan Tanpa Kuasa?
Penyelesaian Sengketa dalam Perjanjian Pembiayaan
Ketika terjadi tindakan menyimpang dalam perjanjian pembiayaan modal usaha, penyelesaian sengketa menjadi aspek penting yang harus diperhatikan.
Terdapat beberapa mekanisme hukum yang dapat ditempuh oleh lembaga pembiayaan untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Mediasi menjadi salah satu solusi yang sering diterapkan dalam penyelesaian sengketa antara lembaga pembiayaan dan pelaku UMKM.
Melalui mediasi, kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan tanpa harus melalui proses peradilan yang panjang dan kompleks.
Pendekatan ini lebih mengedepankan solusi damai dan berorientasi pada keberlangsungan usaha pelaku UMKM.
Jika mediasi tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka arbitrase dapat menjadi alternatif lain. Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga yang netral, yang akan memberikan keputusan berdasarkan bukti dan argumentasi hukum yang disampaikan oleh masing-masing pihak.
Keuntungan dari arbitrase adalah prosesnya yang lebih cepat dibandingkan pengadilan serta sifatnya yang mengikat bagi kedua belah pihak.
Namun, dalam beberapa kasus yang lebih berat, tindakan hukum melalui jalur litigasi tidak dapat dihindari. Jika pelaku UMKM terbukti melakukan tindakan menyimpang yang melanggar hukum, seperti pemalsuan tanda tangan atau penggunaan dana untuk kepentingan pribadi, maka lembaga pembiayaan dapat mengajukan gugatan hukum sesuai dengan ketentuan KUH Perdata dan KUH Pidana.
Sanksi yang dapat diberikan bervariasi, mulai dari pembatalan perjanjian hingga tuntutan pidana bagi pelaku penyimpangan.
Membangun Kepercayaan dan Stabilitas Lembaga Keuangan
Peran lembaga pembiayaan tidak hanya terbatas pada pemberian modal usaha, tetapi juga dalam menjaga stabilitas dan kepercayaan dalam ekosistem keuangan.
Ketika kasus penyimpangan dalam pembiayaan modal usaha meningkat, kredibilitas lembaga pembiayaan bisa terancam, yang berdampak pada kesulitan dalam menarik investor atau memberikan pinjaman baru.
Untuk mencegah hal tersebut, lembaga pembiayaan perlu mengadopsi prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap transaksi yang dilakukan.
Sistem evaluasi berbasis risiko dapat diterapkan untuk mengidentifikasi nasabah dengan potensi risiko tinggi, sehingga langkah pencegahan dapat diambil sebelum terjadi penyimpangan.
Selain itu, kerjasama dengan pihak berwenang, seperti otoritas keuangan dan aparat penegak hukum, juga menjadi faktor penting dalam menjaga ketertiban dalam perjanjian pembiayaan.
Dengan adanya regulasi yang ketat serta mekanisme penegakan hukum yang efektif, pelaku usaha yang benar-benar membutuhkan modal dapat memperoleh akses pembiayaan yang aman dan berkelanjutan.
Kesimpulannya, lembaga pembiayaan memiliki peran yang sangat penting dalam mengelola risiko penyimpangan dalam perjanjian modal usaha.
Dengan menerapkan mekanisme pengawasan yang ketat, menyediakan solusi penyelesaian sengketa yang efektif, serta membangun sistem keuangan yang transparan, lembaga pembiayaan dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan usaha yang lebih sehat dan stabil bagi UMKM.
Penulis: Indah Nurul Ainiyah